TAK terasa waktu terus berlalu dan kita
sampai di penghujung tahun. Beberapa saat lagi tahun 2012 akan menjadi kenangan
dan tahun 2013 akan menyambut kita semua. Malam pergantian tahun baru masehi
sangat ditunggu-tunggu oleh semua kalangan. Tidak saja dibelahan bumi lain
seperti di Eropa dan Amerika, masyarakat kita juga sibuk dan sangat
menanti-nantikan malam pergantian tahun tersebut.
Berbeda halnya dengan pergantian tahun baru hijriah, banyak masyarakat yang tidak merayakannya, bahkan sekadar tahu saja mereka mungkin tidak. Memang perayaan tahun baru hijriah tidak dituntut untuk merayakannya dengan menyalakan kembang api, meniup terompet, ataupun kumpul di pusat kota dengan tujuan yang tidak jelas. Tetapi lebih kepada bagaimana memaknainya.
Kita lebih dituntut untuk merefleksikan
apa yang telah kita lakukan pada tahun sebelumnya, dan diharapkan lebih baik
pada tahun selanjutnya. Sungguh ironis, hal tersebut terjadi di bumi Aceh yang
mayoritas penduduknya beragama Islam. Masyarakat lebih mengenal dan menantikan
detik-detik pergantian tahun baru masehi.
Sejarah Tahun Baru Masehi
Sejak Abad ke-7 SM
bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini
sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalendar ini dibuat
berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan
bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi:
Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi:
1) Januarius,
2) Februarius,
3) Martius,
4) Aprilis,
5) Maius,
6) Iunius,
7) Quintilis,
8) Sextilis,
9) September,
10) October,
11) November,
12) December.
2) Februarius,
3) Martius,
4) Aprilis,
5) Maius,
6) Iunius,
7) Quintilis,
8) Sextilis,
9) September,
10) October,
11) November,
12) December.
Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli).
Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru.
Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
Perayaan tahun baru
ternyata bukan sesuatu yang baru, bahkan ternyata itu adalah budaya yang sangat
kuno, bebarapa umat melakukan. Perayaan itu, diantaranya adalah hari raya
Nairuz, dalam kitab al Qomus. Nairuz adalah hari pertama dalam setahun, dan itu
adalah awal tahun matahari.
Orang-orang
Madinah dahulu pernah merayakannya sebelum kedatangan Rasulullah. Bila diteliti
ternyata ternyata itu adalah hari raya terbesarnya orang Persia bangsa Majusi
para penyembah api, dikatakan dalam sebagian referensi bahwa pencetus
pertamanya adalah salah satu raja-raja mereka yaitu yang bernama Jamsyad.
Ketika Nabi
datang ke Madinah beliau mendapati mereka bersenang–senang merayakannya dengan
berbagai permainan, Nabi berkata: ‘Apa dua hari ini’, mereka menjawab, ‘Kami
biasa bermain-main padanya di masa jahiliyah’, maka Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ قَدْ
أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر
“Sesungguhnya
Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan yang lebih baik dari
keduanya yaitu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri. [Shahih, HR Abu Dawud disahihkan oleh asy syaikh
al Albani]
Para
pensyarah hadits mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua hari yang
sebelumnya mereka rayakan adalah hari Nairuz dan hari Muhrojan [Mir’atul
mafatih]
Di samping majusi, ternya orang-orang Yahudi juga punya kebiasaan merayakan awal tahun, sebagian sumber menyebutkan bahwa perayaan awal tahun termasuk hari raya Yahudi, mereka menyebutnya dengan Ra’su Haisya yang berarti hari raya di penghujung bulan, kedudukan hari raya ini dalam pandangan mereka semacam kedudukan hari raya Idul Adha bagi muslimin.
Di samping majusi, ternya orang-orang Yahudi juga punya kebiasaan merayakan awal tahun, sebagian sumber menyebutkan bahwa perayaan awal tahun termasuk hari raya Yahudi, mereka menyebutnya dengan Ra’su Haisya yang berarti hari raya di penghujung bulan, kedudukan hari raya ini dalam pandangan mereka semacam kedudukan hari raya Idul Adha bagi muslimin.
Lalu Nashrani
mengikuti jejak Yahudi sehingga mereka juga merayakan tahun baru. Dan mereka
juga memiliki kayakinan-keyakinan tertentu terkait dengan awal tahun ini.
[Bida’ Hauliiyyah]
Tidak menutup
kemungkinan masih ada umat-umat lain yang juga merayakan awal tahun atau tahun
baru, sebagaimana disebutkan beberapa sumber. Yang jelas, siapa mereka?, tentu,
bukan muslimin, bahkan Majusi penyembah api nasrani penyemabah Yesus dan Yahudi
penyembah Uzair.
Jadi
siapa yang anda ikuti dalam perayaan tahun baru ini?
Lebih dari
itu, ternyata perayaan tahun baru ini telah dihapus oleh Rasulullah Shallahu
alaihi wa sallam, bukankah anda ingat hadits di atas?, Nabi menghapus perayaan
Nairuz dan Muhrojan dan mengganti dengan idul Fitri dan Adha.
Lalu, kenapa
muslimin menghidup-hidupkan sesuatu yang telah dimatikan Rasulullah Shallahu
alaihi wa sallam. Kata Ibnu Taimiyyah, Allah Subhanahuwata’ala mengganti
(Abdala) konsekwensi dari kata Abdala (menggati) adalah benar-benarnya terhapus
hari raya yang dulu dan digantikan dengan penggatinya, karena tidak bisa
berkumpul antara yang menggati dan yang digantikan.
berkumpul antara yang menggati dan yang digantikan.
Tapi,
kenyataannya justru tetap saja umat ini merayakan tahun baru, melanggar sabda
Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, sungguh benar berita kenabian Rasulullah
Shallahu alaihi wa sallam
«
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ،
وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ »
.قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »
“Benar-benar
kalian akan mengikuti jalan-jalan orang yang sebelum kalian, sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga bila mereka masuk ke lubang binatang
dhob (semacam biawak), maka kalian juga akan memasukinya. Kami berkata: Wahai Rasulullah Yahudi dan
nashrani? Beliau berkata:Siapa
lagi?.” [shahih, HR al Bukhori Muslim dan yang lain]
Kaum muslimin…
Belum lagi, apa yang mereka lakukan dalam perayaan tahu baru? Bukankan berbagai kemungkaran yang sangat bertolak belakan dengan ajaran agama. Kalau anda dari jenis orang yang pobhi dengan ajaran agama, saya katakan, bukankah dalam acara itu banyak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan, abad, sopan santun, kehormatan jiwa dan berbagai kemuliaan-kemualiaan yang lain.
Belum lagi, apa yang mereka lakukan dalam perayaan tahu baru? Bukankan berbagai kemungkaran yang sangat bertolak belakan dengan ajaran agama. Kalau anda dari jenis orang yang pobhi dengan ajaran agama, saya katakan, bukankah dalam acara itu banyak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan, abad, sopan santun, kehormatan jiwa dan berbagai kemuliaan-kemualiaan yang lain.
Hampir semua
atau semua yang terjadi adalah kerendahan dan kehinaan martabat manusia apalagi
martabat muslim. Tentu kita semua, saya dan anda dan mereka, sebenarnya
menyadari akan hal itu, lalu kapan kita akan meninggalkannya, mengapa masih
saja memeriahkan acara tersebut, tidakkah kita kembali saja kepada kehormatan
kita dan kemulian kita serta tentunya ajaran agama kita.
Bersihkan dari
bercak-bercak perayaan tahun baru, joget, pentas musik yang identik dengan
kerendahan moral, minuman-minuman keras dan obat-obat terlarang, pembauran
antara lawan jenis yang merusak moral, sampai pada pesta hura-hura dengan
pakaian minim, pamer aurat, pacaran dan perzinaan, apakah kita menginkari
terjadinya hal itu?
Berbagai sumber
berita menyebutkan bahwa penjualan alat kontrasepsi baik kondom atau yang lain
meningkat tajam dari tahun ke tahun menjelang perayaan malam tahun baru. Miris,
kenyataan yang memperihatinkan, inikah moral bangsa kita, dimana susila dan
dimana ajaran agama? Bila anda seorang muslim
atau muslimah tidakkan takut dengan ancaman Allah Subhanahuwata’ala , Nabi shallahu alaihi asallam bersabda
atau muslimah tidakkan takut dengan ancaman Allah Subhanahuwata’ala , Nabi shallahu alaihi asallam bersabda
إذا ظهر الزنا و الربافي
قرية فقد أحلوا بأنفسهم عذاب الله
”Tidaklah
nampak pada sebuah daerah zina dan riba melainkan mereka telah menghalalkan
adzab Allah untuk diri mereka” [Hasan, HR Abu Ya’la, al
Hakim dan dihasankan oleh Asy Syaikh al Albani]
Juga, …
لم تظهر الفاحشة في قوم
قط حتى يعلنوا بها إلا فشا فيهم الأوجاع التيلم تكن في أسلافهم
“Tidaklah
tampak pada suatu kaumpun perbuatan keji (zina, homoseks) sehingga mereka
menampakkannya melainkan akan menyebar ditengah-tengah mereka penyakit-penyakit
yang tidak pernah ada pada umat sebelumnya” [Shahih, HR al Baihaqi, disahihkan oleh Asy
Syaikh al Albani]
Saudaraku
muslim…Saudariku muslimah…Masihkan anda akan menodai diri anda….
Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah Subhanahuwata’ala dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada
mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al Kitab kepadanya (Yahudi dan Nashrani), kemudian berlalulah masa
yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di
antara mereka adalah orang-orang yang fasik.[QS :al Hadid:16]
0 komentar:
Posting Komentar
Harap berkomentar dengan cerdas dan bijak.Diharapkan anda tidak berkomentar dengan komentar yang berbau sara,rasis,dll
Terima kasih