Saya tak pernah bertemu dan bertatap muka
langsung dengan Teungku Hasan di Tiro (selanjutnya disingkat Tiro saja). Tapi
saya cukup menikmati menelaah pemikiran sosok yang dikenal dengan Wali Nanggroe
itu, baik melalui buku-buku, pidato maupun surat-surat dia. Bagi saya, Tiro
adalah penulis revolusioner Aceh. Dia juga seorang ideolog dengan pengetahuan
yang cukup luas.
Maka, kematian arsitek nasionalisme Aceh modern
ini tentu saja sebuah kehilangan besar bagi bangsa Aceh (mungkin juga bagi
Indonesia dan Negara-negara beradab). Jujur kita katakan, Tiro bukan hanya aset
Aceh dan Indonesia, melainkan bagi dunia-dunia beradab lainnya.
Dalam pengantar buku Hasan Tiro; Dari Imajinasi
Negara Islam ke Imajinasi Etno-Nasionalis (Ahmad Taufan Damanik, 2011), staf
FES Indonesia menceritakan bagaimana seorang sopir taxi asal Kurdistan di
Jerman sangat bergembira begitu tahu bahwa penumpangnya dari Aceh. “Tiro, Ja
Tiro aus Aceh” (Tiro dari Aceh). Menurut dia, bangsa Kurdistan sangat
terispirasi dengan ide seorang Hasan Tiro. Hasilnya, sang sopir itu menolak
menerima bayaran ketika tiba di tempat tujuan (rumah makan Turki) sebagai
penghormatan dia terhadap Hasan Tiro.
Untuk konteks Aceh belakangan ini, saya berani
bertaruh, tak ada sosok yang patut disepadankan dengan dia, termasuk dari
internal GAM sendiri. Tiro sangat karismatik, teguh pendirian, pintar, pekerja
keras dan tentu saja pejuang sejati. Dalam rentang 50 tahun, belum tentu Aceh
bisa melahirkan sosok seperti dia (semoga saja anggapan saya salah).
Dari beberapa tulisan Sang
Wali, saya rangkumkan bahwa beliau amat tulus dalam mengangkat martabat Aceh.
Dari sejarah dan pola gerakan yang beliau laksanakan, saya nilai bahwa beliau
mengerti seni perang dengan sempurna. Suharto yang berupa musuh terbesar beliau
adalah orang yang cerdas pula. Semua musuh politik Suharto dapat diatasi dengan
baik, apakah ditangkap atau lainnya. Namun Sang Wali tidak bisa disentuh oleh
Suharto karena beliau telah memetakan dengan baik apa yang akan beliau
laksanakan. Sang Wali menguasai dengan baik apa yang dimasudkan Jenderal Sun
Tzu dari Cina dalam buku ‘Seni Berperang.’
Tentu, orang-orang yang
hidup sekarang belum mampu mengerti sepenuhnya yang diserukan oleh Sang Wali
semasa hidupnya. Kita belum cukup pengetahuan. Dari semua yang saya pelajari,
saya berkesimpulan bahwa kekuatan sang Wali adalah penguasaan tentang sejarah
dan sanggup menyakinkan orang lain tentang yang beliau yakini itu. Kekuatannya
bukan pada uang atau senjata.
“Seujarah leubeh teuga nibak
peudeueng, leubeh teuga nibak beude (sejarah lebih kuat daripada pedang, lebih
kuat daripada bedil),” ucap Sang Wali dalam sebuah rekaman yang saya tidak tahu
di mana itu sekarang, persis dengan buku-buku yang saya sebutkan tadi, tidak
tahu ke mana rimbanya. Maksud Sang Wali dalam ucapan tersebut, untuk membuat
sebuah bangsa berani dan mampu menuntut haknya adalah dengan membuat mereka
menguasai sejarah, bukan dengan memberikan pada mereka pedang atau bedil.
Jika dirunut dalam abad ini,
maka Sang Wali adalah orang paling berpengaruh dalam sejarah Aceh pada akhir
abad XX dan awal abad XI Masehi. Nama beliau setingkat pentingnya dengan Sultan
Ali Mughayat Syah, Sultan Iskandar Muda, Laksamana Keumala Hayati, Sultanah
Safiatuddin.
Saya berani menyamakan
tingkat beliau dengan indatu-indatu tersebut karena puluhan, ratusan, bahkan
ribuan tahun ke depan, orang-orang akan menulis dalam buku sejarah bahwa
sambungan sejarah Aceh, setelah Sultan Aceh Terakhir, ada Wali Neugara Aceh
Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman, dan dibangkitkan kembali oleh Sang Wali
Hasan Tiro.
Beliau juga berhasil
membangkitkan kembali bendera Kesultanan Aceh Darussalam dan mencitakan variasi
sejarah dalam bendera tersebut sehingga, bendera yang tadinya persis bendera
Turki bertambah garis hitam dan putih.
Artinya, Sang Wali adalah seniman besar juga. Selain
itu, Sang Wali juga penulis besar, tulisan-tulisannya telah berhasil membuat
ribuan orang berperang menuntut haknya. Bahkan buku-buku best seller dunia yang
ditulis penulis terkenal dan pemenang nobel dunia sekalipun jarang yang bisa
memberikan pengaruh pada bangsanya atau pada umat manusia.
Saya lebih cenderung menilai
Sang Wali dari segi intelektual dan strategi gerakan daripada lainnya seperti
dalam perang. Jika merunut adat dunia dan manusia, sebuah generasi dihitung
dalam kurun duapuluh tahun, selebihnya telah bisa dihitung ke generasi lain.
Maka, proklamasi Gerakan Aceh (GAM) pada 4 Desember 1976 oleh Sang Wali Hasan
Tiro, difokuskan berhasil pada 4 Desember 1996.
Nah, kita semua masih ingat
apa yang terjadi sekitar tahun 1990-an. Reformasi Indonesia terjadi pada 1998.
Aceh pun bergejolak, muncullah perang gerilya besar, yang berakhir 2005.
Keadaannya beda total dengan sepuluh tahun sebelumnya. Itu terjadi tepat
menjelang 10 tahun setelah 1996.
Kita tahu, dalam sejarah
Aceh setelah ultimatum perang oleh Belanda pada 26 Maret 1873, kurun perang
terjadi selang sepuluh sampai lima belas tahun. Jika tidak ada perang maka
perubahan total terjadi dalam kurun tersebut. Ini berarti, ramalannya begini,
karena pada 2005 Aceh terjadi peristiwa besar yakni penadatanganan MoU damai
total antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM), maka pada 2015 ada peristiwa amat besar terjadi lagi, apakah itu lebih
damai atau kurang damai.
Prediksi saya, peristiwa
besar di Aceh yang akan terjadi pada seputaran tahun 2015 akan menguntungkan
dan mengangkat martabat Aceh. Saya cenderung mengatakan ini karena arah
sejarahnya demikian. Rakyat Aceh masih harus mengobati kepedihan dan kepiluan
akibat dari perang berkepanjangan, Jakarta sekarang dan ke depan harus menjaga
keamanan nasional dari ancaman gangguan negara luar yang mungkin sedang ingin
menguasai perairan Indonesia, apalagi di tapal batas.
Bila dilihat dari arah
permainan sekarang, kemungkinannya, tidak ada perang di Aceh selama sepuluh
sampai duapuluh tahun ke depan. Yah, Sang Wali telah pergi, berganti wali,
sementara sang Raja belum jua pulang
Sumber: atjehcyber.net
0 komentar:
Posting Komentar
Harap berkomentar dengan cerdas dan bijak.Diharapkan anda tidak berkomentar dengan komentar yang berbau sara,rasis,dll
Terima kasih